nusakini.com - Kementerian Pertanian mendorong usaha pengembangan tembakau ke jenis produk olahan lainnya atau nonrokok, sehingga tidak hanya fokus pada pasar bahan baku rokok saja.

"Seperti kita ketahui bersama, tembakau adalah komoditas dengan pasar tertentu. Saat ini pasar terbesar adalah untuk rokok, tetapi kandungan kimiawi dari tanaman tembakau tentu ada manfaat bagi yang lainnya, seperti produk farmasi," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), Pending Dadih Permana, di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (8/9/2016).

Hal itu dikatakan pada acara panen tembakau virginia di lahan petani mitra Bentoel Group, di Desa Rarang Tengak, Kabupaten Lombok Timur, bersama dengan sejumlah pejabat Bentoel Group, dan Sekretaris Direktur Jenderal Agro, Kementerian Perindustrian, Enny Ratnaningtyas, serta Kepala Dinas Perkebunan NTB Budi Subagio.

Menurut dia, kandungan kimia tembakau juga bisa untuk bahan baku pembuatan pestisida organik, tentunya dengan pengembangan yang dilakukan melalui rekayasa teknologi secara ilmiah.

Pengembangan tembakau menjadi berbagai jenis produk akan mampu memperluas pasar dari komoditas tersebut, tentunya dengan berbagai risiko. Semakin melebar pasarnya, persaingan akan pasokan bahan baku bagi industri rokok semakin luas.

"Itu akan terjadi, tentunya ini juga akan bergerak mempengaruhi pola kemitraan antara petani dengan perusahaan rokok yang sudah ada," ujarnya.

Terkait dengan itu semua, kata Pending, Kementan selalu konsisten untuk terus mengembangkan komoditas strategis yang memang memberikan kemanfaatan dan kesejahteraan bagi rakyat atau petani Indonesia, termasuk komoditas tembakau.

Ia menyebutkan sebaran tanaman tembakau di Indonesia sudah mencakup 15 provinsi.

Dari 15 provinsi penghasil tembakau yang ada dalam kurun waktu enam tahun terakhir, NTB berada posisi ketiga setelah Jawa Timur, dan Jawa Tengah, dari luasan lahan tanam, tetapi dari sisi produksinya NTB berada di nomor dua.

Hal itu menandakan produktivitas tanaman tembakau di NTB, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain.

"Dari angka nomor dua nasional, NTB mengisi persentase yang cukup tinggi untuk tembakau virginia di Indonesia. Untuk itu, petani di daerah ini tidak usah khawatir akan isu kenaikan hargarokok," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Direktur Jenderal Agro, Kementerian Perindustrian, Enny Ratnaningtyas, mengatakan industri pengolahan hasil tembakau mempunyai peranan penting dalam peningkatan ekonomi negara.

Sesuai Perpres Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dengan mempertimbangkan dan memperhatikan keberlangsungan industri tembakau terhadap penerimaan negara, keberlangsungan bekerja bagi tenaga kerja, petani tembakau dan petani cengkeh tanpa mengabaikan kepentingan kesehatan untuk menekan kematian dan penyakit yang berhubungan dengan tembakau.

Industri rokok, lanjut dia, telah mampu bersaing dan bertahan menjadi industri dalam negeri yang memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa melalui penyerapan tenaga kerja dan kontribusi kepada pendapatan negara melalui cukai.

Cukai Industri Hasil Tembakau (IHT) pada tahun 2015 sebesar Rp139,5 triliun. Secara cukai, total kontribusi IHT adalah lebih dari 90 persen.

"Jumlah produksi rokok sebesar 352 miliar batang pada tahun 2014, namun pada tahun 2015 menjadi sebesar 348,1 miliar batang atau penurunan 1,1 persen," ujarnya.(b/mk)